number phone 0852 39 300 460

Kamis, 14 Maret 2013

Mr. Jusuf Wibisono




Kabinet Sukiman (27-04-1951 s/d 03-04-1952)
Kabinet Ali Sastroamidjojo (24-03-1956 s/d 09-04-1957)

Putera ketiga dari empat bersaudara yang dilahirkan di magelang pada tangggal 28 pebruari 1909 ini memang selalu teguh pada pendirian. Saat lulus dari HIS, Jusuf Muda tetap berkeeras ingin meneruskan pendidikan ke MULO meski ayahnya, Pak Kunto Wibisono, lebih menghendaki si anak meneruskan ke Kweekschool yaitu sekolah yang mendidik para calon guru di Ungaran. Pernah pula mengecap pendidikan di STOVIA. Namun hanya sesaat saja disitu karena berdasarkan pemeriksaan kesehatan Jusuf Wibisono dinyatakan kurang memenuhi syarat.
                Setelah berhasil mengantongi ijazah MULO (1928), Jusuf melanjutkan ke AMS A-II di Bandung, satu-satunya sekolah yang mengajarkan bahasa Latin dan Yunani, salah satu klasik barat yang diminati Jusuf.
Tahun 1931, selepas dari AMS A-II, Jusuf mulai belajar hokum di RHS (Rechts Hoge School) Jakarta meskipun pada awalnya ia ragu akan kemampuannya menhafal pasal-pasal dalam Kitab Undang-Undang. Berkat usaha dan kerja keras akhirnya pada tahun 1941, sekitar dua hari sebelum pendudukan Jepang, Jusuf Wibisono berhak-membubuhkan tanda Mr. (Meester in de Rechten) di depan namanya.
Organisasi pemuda yang pertama diikutinya adalah Jong Islamieten Bond (JIB). Ketika Jusuf menyadari bahw perkembangan JIB lebih condong kea rah soal-soal social dan hal ini tak seiring dengan perasaan dan alam pikirnya, maka pada tahun 1934 didirikan organisasi baru yang di khususkan untuk kaum mahasiswa Islam secara kritis dan toleransi.
Jusuf Wibisono memangku jabatan Menteri Keuangan pada saat kabinet Ali II dibentuk. Dalam programnya di bidang ekonomi-keuangan, Kabinet Ali II antara lain menyebutkan bahwa pemerintah harus memperkuat kedudukan pengusaha nasional dengan cara member kredit murah dan lancer, mengungat selama itu pengusaha kecil sukar sekali mendapatkan kredit dari bank-bank pemerintah. Dalam pelaksanaannya, Jusuf selaku Menteri Keuangan yang bertanggung jawab atas program tersebut member kuasa pada bank-bank swasta nasional yang di anggap bonafid untuk memberi kredit pada pengusaha-pengusaha nasional dengan jaminan dari Kementerian Keuangan.
Salah satu rencananya yang mendapat tantangan keras terutama dari SOBSI, ialah usaha untuk meningkatkan mutu serta kesejahteraan para pegawai negeri di samping juga untuk penghematan pengeluaran Negara dengan jalan merencanakan rasionalisasi dalam kalangan pegawai negeri. Hal ini di rasa perlu oleh Jusuf mengingat jumlah pegawai negeri yang tidak mempunyai ketrampilan saat itu terlalu banyak dengan tujuan efisiensi, berniat menurangi jumlah pegawai sebesar 30%. Jusuf menambahkan bahwa, pegawai negeri yang terkena rasionalisasi masih akan menerima gaji yang tiap bulannya dipotong sebesar 20% selama 5 tahun.
Dalam kaitannya dengan masalah kemunduran ekspor yang telah terjadi semenjak tahun 1956, Jusuf mengusulkan kepada Dewan Moneter agar member insetif kepada kaum eksportir. Pada awalnya, atas usul Jusuf, premi itu diberikan langsung dalam bentuk valuta asing yang bisa dijual dengan bebas. Namun sebagian anggota Dewan Moneter tidak setuju karena hal tersebut akan mengakibatkan pengurangan jumlah valuta asing yang sebenarnya malah jumlah harus bertambah. Akhirnya disetujui suatu peraturan baru Bukti Pendorong Ekspor (BPE) yang mengatur bahwa Eksportir yang menerima sertifikat BPE berhak membeli valuta asing, namun apabila pengeluaran itu dapat merangsang penerimaan valuta asing lebih banyak tentunya hal itu akan menguntungkan.



Silakan kritik dan saran tuk melengkapi artikel ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

sonde apa2 bosong coment sa......