(Kabinet Pembangunan V Maret tahun 1988
s/d akhir jabatannya
Putra Nglegok, Bitar,Jawa Timur kelahiran 7 Desember
1932 ,ini terpilih sebagai Mentri Keuangan terbaik di dunia tahun 1990 versi
majalah keuangan Eropa, EUROMONEY. Predikat yang pantas, karena sejak awal masa
jabatannya bulan maret 1988 telah memberi andil bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia
cukup tinggi. Akselerasi deregulasi di sector moneter telah mendukung upaya
menjadikan sector riil lebih dinamis. Serentetan paket kebijaksanaan masing-
masing: Pakto 27, Pakdes 20, Pakjan dan Paktri adalah sebagian produk masa jabatannya yang menjadi headline di
berbagai media massa dan diperbincangkan masyarakat dari pelosok desa sampe ke
ruang-ruang seminar di hotel megah.
Predikat lain yang pernah disadang Sumarlin adalah
“Menteri sidak” karena sering melakukan inspeksi-inspeksi
mendadak. Bahkan pada tahun 1974, ketika menjabat sebagai Ketua Opstip merangkap Menteri Negara
Penertiban Aparatur Negara, diberi gelar Harun Al-Rayid karena kegemarannya
menyamar dan memantau langsung kehidupan masyarakat serta menindak
penyelewengan-penyelewengan yang dilakukan oleh para pejabat.
Setelah menamatkan sekolah Rakyat di Blitar (1944), SMP
di kendiri dan Yogyakarta (1947), serta SMA di Yogyakarta dan Jakarta (1952), Sumarlin
berhasil lulus serjana Falkutas Ekonomi Universitas Indonesia(1958). 21tahun
kemudian ia diangkat sebagai guru besar di Falkutas dan Universitas California,
Berkely dan kemudian gelar Ph.D dari Universitas Pittsburgh dengan disertasi
masing-masing berjudul Some Aspect of the
US and Indonesia’sfiscal dan Policies 1950-1958: A Comparative Study dan Some Aspects of Stabbilization Policies and
ther Institusional Promlems: The
Indonesian Case,1950-1965.
Mengenai Sisa Anggaran Pembangunan (SIAP).
Duapuluh lima persen “itulah SIAP yang wajar”,
pendapat mantan Wakil Ketua BAPPENAS (1973-1983) ini. Kalaupun pada awal Pelita
III SIAP yang ada jumlahnya membesar, “Hal itu disebabkan adanya perubahan pola
perencanaan pada awal Pelita III yaitu berdasarkan usul tiap-tiap depertemen
yang pada kenyataannya banyak yang belebih-lebihan” Berkaitan dengan hal
tersebut pada tahun angggaran 1986/1987 ia mengubah pola itu.
Ketika ada sementara orang yang berpendapat bahwa
terjadinya SIAP tersebut adalah karena kurang tanggapnya Bappenas, Sumarlin
hanya berkomentar bahwa Bappenas hanya menjalankan fungsi koordinatif. “Yang
perlu dijelaskan ialah proses perencanaannya, yaitu tumbuh dari bawah lewat
depertemen”.
Menurut ayah empat anak dari perkawinan dengan Th.
Yostianan Soedarmi ini, SIAP juga berfungsi mencegah penggunaan anggaran untuk
hal-hal yang kurang berguna yang ditujukan hanya untuk menghabiskan anggaran
tahun bersangkutan. Jika memang masih terdapat sisa, tentunya dapat dapat
digunakan pada masa anggaran berikutnya.
Mengenai Penurunan Jumlah Proyek
Ketika menjabat sebagai menteri keuangan ad interim,
1986, penerima bintang mahaputra adiprana II dari pemerintah RI (1973) dan
bintang Grootkruis in de Orde van Leopold II dari pemerintah Belgia ini
menjelaskan bahwa penurunan jumlah proyek pada tahun anggaran 1986/1987
kemungkinan karena adanya penggoloangan pendanaan atau karena ada proyek yang
dananya memang tidak disediakan lagi. Kecuali proyek inpres yang merupakan
proyek baru yang selain ditujukan untuk meningkatkan pembangunan dan
pengembangan potensi daerah juga guna menciptakan lapangan kerja, proyek-proyek
yang dilaksanakan pada tahun anggaran 1986/1987 adalah merupakan proyek
lanjutan semenjak tahun anggaran 1984/1985 dan 1985/1987.
Juni 1987. Sekitar ddelapan ratus milyar dana empat
BUMN: TASPEN, PLN, PUSRI dan PERTAMINA di tarik dari peredaran dan di
konversikan dalam SBI (Sertikat Bank Indonesia). Kebijakan pemerintah yang
dikenal sebagai tindakan kuratif, membuyarnya harapan para spekulan valas untuk
meraup laba dari devaluasi rupiah. Sumarlin, yang saat itu menjabat Menteri
Keuangan ad interim berhasil merubah arus keluarnya uang menjadi masuk kembali.
Sekitar bulan Februari 1991, nama Sumarlin kembali
banyak diperbincangkan orang. Menteri Keuangan yang mulai menjabat pada 23
Maret 1988 ini merasa perlu kembali melakukan gebrakan yang dikenal dengan
sebutan Sumarlin II disaat jumlah rupiah yang berada dimasyarakat melimpah.
Keputusan Sumarlin meliputi pengetatan jumlah uang beredar dengan cara
penarikan dana 12 BUMN senilai 8 triliun rupiah untuk membelikan SBI. 75 % dari
jumlah tersebut kemudian dikembalikan ke bank-bank bersangkutan lewat
instrument SBPU dan sisa yang 25% akan dilepas lelang.
Kebijakan pengetatan uang ini ternyata cukup ampuh
untuk menghentikan mewabahnya pemburuan dolar seiring dengan semakin gencarnya
desas-desus devaluasi. Nampaknya pengalaman pahit devaluasi yang pernah terjadi
pada tahun 1978, 1983 dan 1986 menyebabkan timbulnya kepanikan memborong dolar
ataupun mata uang asing lainnya. Menurut Sumarlin, sekitar Desember 1990 masih
terdapat surplus 800 juta dolar yang pada januari 1991 keadaan minus tersebut
menjadi semakin parah apalagi ditunjang pula dengan adanya spekulasi jatuhnya
harga minyak. Bila spekulasi ini dibiarkan, dikwatirkan bisa menghabiskan
cadangan devisa negara.
Penarikan dana 12 BUMN tersebut menyebabkan sulitnya menemui rupiah di
peredaran. Otomatis suku bunga deposito melonjak hingga 30%. Untungnya keadaan
yang menghambat investasi ini tak berlangsung lama, tingkat bungapun menurun
segera stelah penegasan Presiden Soeharto bahwa tidak akan terjadi devaluasi
dan tingkat suku bunga akan segera turun.Sumber: DepertemenKeuangan Republik Indonesia “Album RupiahDi Tengah Rentah Sejarah 45 Tahun ORI” Tahun 1991
Silakan kritik dan saran untuk melengkapi artikel ini. Trims
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
sonde apa2 bosong coment sa......