number phone 0852 39 300 460

Rabu, 13 Maret 2013

Prof.Dr. Johannes Baptista Sumarlin



(Kabinet Pembangunan V Maret tahun 1988 s/d akhir jabatannya
 
Putra Nglegok, Bitar,Jawa Timur kelahiran 7 Desember 1932 ,ini terpilih sebagai Mentri Keuangan terbaik di dunia tahun 1990 versi majalah keuangan Eropa, EUROMONEY. Predikat yang pantas, karena sejak awal masa jabatannya bulan maret 1988 telah memberi andil bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia cukup tinggi. Akselerasi deregulasi di sector moneter telah mendukung upaya menjadikan sector riil lebih dinamis. Serentetan paket kebijaksanaan masing- masing: Pakto 27, Pakdes 20, Pakjan dan Paktri adalah sebagian produk  masa jabatannya yang menjadi headline di berbagai media massa dan diperbincangkan masyarakat dari pelosok desa sampe ke ruang-ruang seminar di hotel megah.
Predikat lain yang pernah disadang Sumarlin adalah “Menteri sidak” karena sering  melakukan inspeksi-inspeksi mendadak. Bahkan pada tahun 1974, ketika menjabat  sebagai Ketua Opstip merangkap Menteri Negara Penertiban Aparatur Negara, diberi gelar Harun Al-Rayid karena kegemarannya menyamar dan memantau langsung kehidupan masyarakat serta menindak penyelewengan-penyelewengan yang dilakukan oleh para pejabat.
Setelah menamatkan sekolah Rakyat di Blitar (1944), SMP di kendiri dan Yogyakarta (1947), serta SMA di Yogyakarta dan Jakarta (1952), Sumarlin berhasil lulus serjana Falkutas Ekonomi Universitas Indonesia(1958). 21tahun kemudian ia diangkat sebagai guru besar di Falkutas dan Universitas California, Berkely dan kemudian gelar Ph.D dari Universitas Pittsburgh dengan disertasi masing-masing berjudul Some Aspect of the US and Indonesia’sfiscal dan Policies 1950-1958: A Comparative Study dan Some Aspects of Stabbilization Policies and ther Institusional Promlems: The Indonesian Case,1950-1965.
Mengenai Sisa Anggaran Pembangunan (SIAP).
Duapuluh lima persen “itulah SIAP yang wajar”, pendapat mantan Wakil Ketua BAPPENAS (1973-1983) ini. Kalaupun pada awal Pelita III SIAP yang ada jumlahnya membesar, “Hal itu disebabkan adanya perubahan pola perencanaan pada awal Pelita III yaitu berdasarkan usul tiap-tiap depertemen yang pada kenyataannya banyak yang belebih-lebihan” Berkaitan dengan hal tersebut pada tahun angggaran 1986/1987 ia mengubah pola itu.
Ketika ada sementara orang yang berpendapat bahwa terjadinya SIAP tersebut adalah karena kurang tanggapnya Bappenas, Sumarlin hanya berkomentar bahwa Bappenas hanya menjalankan fungsi koordinatif. “Yang perlu dijelaskan ialah proses perencanaannya, yaitu tumbuh dari bawah lewat depertemen”.
Menurut ayah empat anak dari perkawinan dengan Th. Yostianan Soedarmi ini, SIAP juga berfungsi mencegah penggunaan anggaran untuk hal-hal yang kurang berguna yang ditujukan hanya untuk menghabiskan anggaran tahun bersangkutan. Jika memang masih terdapat sisa, tentunya dapat dapat digunakan pada masa anggaran berikutnya.
Mengenai Penurunan Jumlah Proyek
Ketika menjabat sebagai menteri keuangan ad interim, 1986, penerima bintang mahaputra adiprana II dari pemerintah RI (1973) dan bintang Grootkruis in de Orde van Leopold II dari pemerintah Belgia ini menjelaskan bahwa penurunan jumlah proyek pada tahun anggaran 1986/1987 kemungkinan karena adanya penggoloangan pendanaan atau karena ada proyek yang dananya memang tidak disediakan lagi. Kecuali proyek inpres yang merupakan proyek baru yang selain ditujukan untuk meningkatkan pembangunan dan pengembangan potensi daerah juga guna menciptakan lapangan kerja, proyek-proyek yang dilaksanakan pada tahun anggaran 1986/1987 adalah merupakan proyek lanjutan semenjak tahun anggaran 1984/1985 dan 1985/1987.
Juni 1987. Sekitar ddelapan ratus milyar dana empat BUMN: TASPEN, PLN, PUSRI dan PERTAMINA di tarik dari peredaran dan di konversikan dalam SBI (Sertikat Bank Indonesia). Kebijakan pemerintah yang dikenal sebagai tindakan kuratif, membuyarnya harapan para spekulan valas untuk meraup laba dari devaluasi rupiah. Sumarlin, yang saat itu menjabat Menteri Keuangan ad interim berhasil merubah arus keluarnya uang menjadi masuk kembali.
Sekitar bulan Februari 1991, nama Sumarlin kembali banyak diperbincangkan orang. Menteri Keuangan yang mulai menjabat pada 23 Maret 1988 ini merasa perlu kembali melakukan gebrakan yang dikenal dengan sebutan Sumarlin II disaat jumlah rupiah yang berada dimasyarakat melimpah. Keputusan Sumarlin meliputi pengetatan jumlah uang beredar dengan cara penarikan dana 12 BUMN senilai 8 triliun rupiah untuk membelikan SBI. 75 % dari jumlah tersebut kemudian dikembalikan ke bank-bank bersangkutan lewat instrument SBPU dan sisa yang 25% akan dilepas lelang.
Kebijakan pengetatan uang ini ternyata cukup ampuh untuk menghentikan mewabahnya pemburuan dolar seiring dengan semakin gencarnya desas-desus devaluasi. Nampaknya pengalaman pahit devaluasi yang pernah terjadi pada tahun 1978, 1983 dan 1986 menyebabkan timbulnya kepanikan memborong dolar ataupun mata uang asing lainnya. Menurut Sumarlin, sekitar Desember 1990 masih terdapat surplus 800 juta dolar yang pada januari 1991 keadaan minus tersebut menjadi semakin parah apalagi ditunjang pula dengan adanya spekulasi jatuhnya harga minyak. Bila spekulasi ini dibiarkan, dikwatirkan bisa menghabiskan cadangan devisa negara.
Penarikan dana 12 BUMN                tersebut menyebabkan sulitnya menemui rupiah di peredaran. Otomatis suku bunga deposito melonjak hingga 30%. Untungnya keadaan yang menghambat investasi ini tak berlangsung lama, tingkat bungapun menurun segera stelah penegasan Presiden Soeharto bahwa tidak akan terjadi devaluasi dan tingkat suku bunga akan segera turun.


Sumber: DepertemenKeuangan Republik Indonesia “Album RupiahDi Tengah Rentah Sejarah 45 Tahun ORI” Tahun 1991 

Silakan kritik dan saran untuk melengkapi artikel ini. Trims

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

sonde apa2 bosong coment sa......